Jumat, 31 Desember 2010

Sensasi Nyeri

By Wanto
Sensasi Nyeri

Sensasi nyeri mungkin disebabkan oleh karena pembebasan senyawa-senyawa kimia tertentu oleh stimulus nyeri. Senyawa-senyawa kimia yang dibebaskan ini ada yang menyerupai bradikoin yang dapat menimbulkan rasa nyeri, misalnya vasodilatasi pembuluh darah yang mengakibatkan migrain, atau menimbulkan kejang otot visral atau iritasi maupun kerusakan jaringan setempat. Tergantung pada serabut syaraf yang menghantarkan impuls nyeri ke korteks sensorik di otak, maka sensasi nyeri disadari sebagai rasa nyeri yang tajam, menusuk atau nyeri yang bersifat linu.

Patofisiologi nyeri
Nyeri adalah gejala penyakit atau kerusakan yang paling sering. Walaupun nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang tidak mengenakkan, kebanyakan menyiksa dank arena itu berusaha untuk bebas darinya. Pada beberapa penyakit, misalnya pada tumor ganas dalam fase akhir, meringankan nyeri kadang-kadang merupakan satu-satunya tindakan yang berharga. Seluruh kulit mukosa yang membatasi jaringan dan juga banyak organ dalam bagian tubuh peka terhadap rasa nyeri, tetapi ternyata terdapat juga organ yang tidak mempunyai reseptor nyeri, seperti misalnya otak.
Nyeri timbul jika rangsangan mekanik, termal, kimia atau listrik melampaui suatu nilai ambang tertentu (nilai ambang nyeri) dan arena itu menyebabkan kerusakan jaringan dengan pembebasan yang disebut senyawa nyeri. Nyeri menurut tempat kerjanya dibagi atas nyeri somatic dan nyeri dalaman (visceral).
Dikatakan nyeri somatic, yang dibagi lagi atas dua kualitas yaitu nyeri permukaan dan nyeri otot, persendian, tulang atau dari jaringan ikat. Apabila rangsang bertempat dalam kulit maka rasa yang terjadi disebut nyeri permukaan. Sebaliknya nyeri yang berasal dari otot, persendian, tulang dan jaringan ikat disebut nyeri dalam.
Nyeri permukaan yang terbentuk kira-kira setelah tertusuk dengan jarum pada kulit, mempunyai karakter yang ringan, dapat dilakalisasi dengan baik dan cepat hilang setelah berakhirnya rangsang. Arti lain dari yang disebut nyeri pertama terutama bahwa nyeri ini menyebabkan suatu reaksi menghindar secara refleks, seperti kira-kira menarik kaki pada saat menginjak duri dengan demikian melindungi organisme dari kerusakan lebih lanjut. Nyeri pertama ini sering diikuti khususnya pada intensitas singkat oleh nyeri kedua yang bersifat menekan dan yang sukar untuk dilokalisasi dan lambat hilang.
Nyeri dalam juga dirasakan sebagai tekanan, sukar dilokalisasi dan kebanyakan menyebar ke sekitarnya. Contoh yang paling dikenal dari nyeri dalam adalah sakit kepala yang dalam berbagai macam bentuknya merupakan bentuk nyeri yang paling sering. Nyeri kedua atau nyeri dalam seringkali diikuti oleh reaksi afektif dan vegetatif seperti bergairah, mual, berkeringat dan penurunan tekanan darah.
Nyeri dalaman (visceral) atau nyeri perut mirip dengan nyeri dalam sifat menekannya dan reaksi vegetatif yang menyertainya. Nyeri ini terjadi antara lain pada tegangan organ perut, kejang otot polos, aliran darah kurang dan penyakit yang disertai radang.

Reseptor nyeri (Nosiseptor)
Seperti telah disebutkan, rangsang yang cukup menimbulkan rasa nyeri adalah kerusakan jaringan atau gangguan metabolisme jaringan. Disini senyawa tubuh sendiri dibebaskan dari sel-sel yang rusak, yang disebut zat nyeri (mediator nyeri), yang menyebabkan perangsangan reseptor nyeri.
Reseptor Nyeri

Yang termasuk zat nyeri yang potensialnya kecil adalah ion hydrogen. Pada penurunan nilai pH dibawah 6 selalu terjadi rasa nyeri yang meningkat pada kenaikan konsentrasi ion H+ lebih lanjut. Kerja lemah yang mirip dipunyai juga oleh ion kalium yang keluar dari ruang intrasel setelah terjadi kerusakan jaringan dan dalam interstisium pada konsentrasi > 20 mmol/liter menimbulkan rasa nyeri. Demikian pula berbagai neurotransmitter dapat bekerja sebagai zat nyeri pada kerusakan jaringan. Histamine pada konsentrasi relative tinggi (10-8 g/L) terbukti sebagai zat nyeri. Asetilkolin pada konsentrasi rendah menstabilisasi reseptor nyeri terhadap zat nyeri lain, sehingga senyawa ini bersama-sama dalam senyawa yang dalam konsentrasi yang sesuai secara sendirinya tidak berkhasiat, dapat menimbulkan nyeri yang paling efektif dari kelompok transmitter.
Sebagai kelompok senyawa penting lain dalam hubungan ini adalah kinin, khususnya bradikinin, yang termasuk senyawa penyebab nyeri terkuat. Prostaglandin yang dibentuk lebih banyak dalam peristiwa nyeri, mensensibilisasi reseptor nyeri dan di samping itu menjadi penentu dalam nyeri dalam.

Penghantaran nyeri, Persepsi nyeri
Potensial aksi (impuls nosiseptif) yang terbentuk pada reseptor nyeri diteruskan melalui serabut aferen ke dalam akar dorsal sumsum tulang belakang. Pada tempat kontak awal ini, bertemu tidak hanya serabut aferen, yang impulsnya tumpang tindih, tetapi disini juga terjadi refleks somatic dan vegetatif awal (misalnya menarik tangan pada waktu tangan tersentuh benda panas, terbentuknya eritema local) melalui interneuron. Di samping itu pada tempat ini juga terjadi pengaruh terhadap serabut aferen melalui system penghambat nyeri menurun.
Pembentukan impuls nyeri melalui interneuron pada neuron-neuron selanjutnya yang menyilang pada sisi yang lain dan menuju kea rah pusat dalam tractus epinothalamicus. Ini dapat dibagi dalam :
Ø  Tractus palaeospinothalamicus yang tua secara filogenik, yang mengandung terutama serabut C.
Ø  Tractus neospinothalamus yang lebih muda secara filogenik, yang mengandung terutama serabut A-delta.
Serabut-serabut yang berakhir dalam daerah formatio reticularis menimbulkan terutama reaksi vegetatif (misalnya penurunan tekanan darah, pengeluaran keringat). Tempat kontak lain yang khusus penting dari serabut nyeri adalah thalamus opticus. Disini diteruskan tidak hanya perangsangan pada serabut yang menuju ke gyrus postentralis, tempat lokasi nyeri, melainkan diteruskan ke system limbic yang terlibat pada penilaian emosional nyeri. Oleh otak besar dan otak kecil bersama-sama dilakukan reaksi perlindungan dan reaksi menghindar yang terkoordinasi. Yang berarti secara klinis adalah bahwa system neospinothalamus pada tingkat thalamus menekan aferen paeospithalamicus. Apabila penghambatan ini gagal, maka dapat terjadi keadaan nyeri yang terberat.

Sabtu, 18 Desember 2010

Analgesik


By Wanto
Analgesik
Analgesik adalah golongan obat yang dapat menghilangkan rasa nyeri seperti nyeri kepala, gigi, dan sendi. Obat golongan analgesik umumnya juga mempunyai efek antipiretik, yakni mampu menurunkan suhu tubuh, sehingga biasa disebut obat golongan analgesik-antiperitik, seperti aspirin, parasetamol, dan antalgin.
Analgesik-antiperitik biasanya digunakan untuk mengobati penyakit dengan gejala demam (suhu tubuh meningkat) dan nyeri, seperti influenza dan salesma. Karena mempunyai efek samping yang ringan, obat golongan analgesik-antiperitik dijual bebas di pasaran.
Obat golongan ini mampu menurunkan panas (antiperitik) karena menormalkan pusat pengatur suhu yang terletak di batang otak. Selain itu mampu melebarkan pembuluh darah kulit dan memperbanyak keringat sehingga semakin banyak panas yang dibuang. Selain bekerja di susunan syaraf pusat, analgesik-antiperitik dapat mencegah pembentukan prostaglandin, yakni zat yang menimbulkan rasa nyeri dan panas.
Obat analgesik antipiretik serta obat anti-inflamasi nonsteroid (AINS) merupakan suatu kelompok obat yang heterogen, bahkan beberapa obat sangat berbeda secara kimia. Prototip obat golongan ini adalah aspirin, karena itu obat golongan ini sering disebut juga sebagai obat mirip-aspirin (aspirin-like drugs).
Klasifikasi kimiawi AINS dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu :
a.       Asam karboksilat
-    Asam asetat
-    Derivat asam salisilat, contohnya : Aspirin, Benorilat dan Salsalat.
-    Derivat asam propionate, contohnya : Fenbufen, Ibuprofen, dan Fenoprofen.
-    Derivat asam mefenamat, contohnya : Asam mefenamat dan Meklofenamat.
b.      Asam fenolat
-    Derivat pirazolon, contohnya : Fenilbutazon, Azapropazon, dan Oksifenbutazon.
-    Derivat Oksikam, contohnya : Piroksikam dan Tenoksikam.
Sebagian besar efek terapi dan efek samping obat ini berdasarkan atas penghambatan biosintesis prostaglandin (PG).
Mekanisme Kerja
Penelitian telah membuktikan bahwa PG akan dilepaskan bilamana sel mengalami kerusakan. Walaupun in vitro obat AINS diketahui menghambat berbagai reaksi biokimiawi, hubungan dengan efek analgesik, antipiretik dan anti-inflamasinya belum jelas.
Golongan obat ini menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam arakidonat menjadi PGG2 terganggu. Setiap obat menghambat siklo-oksigenase dengan cara yang berbeda. Khusus parasetamol, hambatan biosintesis PG hanya terjadi bila lingkungannya rendah kadar peroksid seperti di hipotalamus. Lokasi inflamasi biasanya mengandung banyak peroksid yang dihasilkan oleh leukosit. Aspirin sendiri menghambat dengan mengasetilasi gugus aktif serin dari enzim ini. Dan trombosit sangat rentan terhadap penghambatan ini karena sel ini tidak mampu mengadakan regenerasi enzimnya.
Rasa Nyeri
            PG hanya berperan pada nyeri yang berkaitan dengan kerusakan jaringan atau inflamasi. Penelitian telah membuktikan bahwa PG menyebabkan sensitisasi reseptor nyeri terhadap stimulasi mekanik dan kimiawi. Jadi PG menimbulkan keadaan hiperalgesia, kemudian mediator kimiawi seperti bradikinin atau histamine merangsangnya dan menimbulkan nyeri yang nyata.
Efek Farmakodinamik
v Efek Analgesik
Obat mirip aspirin hanya efektif terhadap nyeri dengan intensitas rendah sampai sedang misalnya sakit kepala, mialgia, artralgia, dan nyeri lain yang berasal dari integument. Juga efektif terhadap nyeri yang berkaitan dengan inflamasi.
v  Efek Antipiretik
Obat mirip aspirik akan menurunkan suhu badan hanya pada keadaan demam. Walaupun kebanyakan obat ini memeperlihatkan efek antipiretik in vitro, tidak semuanya berguna sebagai antipiretik karena bersifat toksik bila digunakan secara rutin atau terlalu lama.
v  Efek Anti-Inflamasi
Dimanfaatkan sebagai anti-inflamasi pada pengobatan kelainan muskulosteletal, seperti artritis reumatoid, osteoartritis dan spondilitis ankilosa.
Efek Samping
            Yang paling sering terjadi adalah infeksi tukak lambung atau tukak peptic yang kadang-kadang disertai anemia sekunder akibat pendarahan saluran cerna. Efek samping lain ialah gangguan fungus trombosit akibat penghambatan biosintesis tromboksan A2 (TXA2) dengan akibat perpanjangan waktu perdarahan. Pada beberapa orang dapat terjadi reaksi hipersensitivitas terhadap aspirin dan obat mirip aspirin.

Minggu, 12 Desember 2010

Nyeri

By Wanto
Nyeri

Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak enak dan yang berkaitan dengan (ancaman) kerusakan jaringan. Nyeri merupakan suatu perasaan pribadidan ambang toleransi nyeri berbeda-beda bagi setiap orang. Nyeri harus dianggap sebagai isyarat bahaya tentang adanya gangguan di jaringan, seperti peradangan, infeksi jasad renik, atau kejang otot. Nyeri yang disebabkan oleh rangsangan mekanis, kmiawi, atau fisis dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan. Rangsangan tersebut memicu pelepasan zat-zat tertentu yang disebut mediator nyeri.

Mediator nyeri
Seperti telah disebutkan, rangsang yang cukup menimbulkan rasa nyeri adalah kerusakan jaringan atau gangguan metabolisme jaringan. Disini senyawa tubuh sendiri dibebaskan dari sel-sel yang rusak, yang disebut zat nyeri (mediator nyeri), yang menyebabkan perangsangan reseptor nyeri.
Yang termasuk zat nyeri yang potensialnya kecil adalah ion hydrogen. Pada penurunan nilai pH dibawah 6 selalu terjadi rasa nyeri yang meningkat pada kenaikan konsentrasi ion H+ lebih lanjut. Kerja lemah yang mirip dipunyai juga oleh ion kalium yang keluar dari ruang intrasel setelah terjadi kerusakan jaringan dan dalam interstisium pada konsentrasi > 20 mmol/liter menimbulkan rasa nyeri. Demikian pula berbagai neurotransmitter dapat bekerja sebagai zat nyeri pada kerusakan jaringan. Histamine pada konsentrasi relative tinggi (10-8 g/L) terbukti sebagai zat nyeri. Asetilkolin pada konsentrasi rendah menstabilisasi reseptor nyeri terhadap zat nyeri lain, sehingga senyawa ini bersama-sama dalam senyawa yang dalam konsentrasi yang sesuai secara sendirinya tidak berkhasiat, dapat menimbulkan nyeri yang paling efektif dari kelompok transmitter.
Mediator nyeri kini juga disebut autacoida dan terdiri dari antara lain histamine, serotonin, bradikinin, leukotrien, dan prostaglandin 2. Sebagai kelompok senyawa penting lain dalam hubungan ini adalah kinin, khususnya bradikinin, yang termasuk senyawa penyebab nyeri terkuat. Prostaglandin yang dibentuk lebih banyak dalam peristiwa nyeri, mensensibilisasi reseptor nyeri dan di samping itu menjadi penentu dalam nyeri dalam. Menurut perkiraan, zat-zat ini meningkatkan kepekaan ujung saraf sensoris bagi rangsangan nyeri yang diakibatkan oleh mediator lainnya. Zat-zat ini berkhasiat vasodilatasi kuat dan memperbesar permeabilitas kapiler yang mengakibatkan radang dan udema.
Penghantaran nyeri, Persepsi nyeri
Potensial aksi (impuls nosiseptif) yang terbentuk pada reseptor nyeri diteruskan melalui serabut aferen ke dalam akar dorsal sumsum tulang belakang. Pada tempat kontak awal ini, bertemu tidak hanya serabut aferen, yang impulsnya tumpang tindih, tetapi disini juga terjadi refleks somatic dan vegetatif awal (misalnya menarik tangan pada waktu tangan tersentuh benda panas, terbentuknya eritema local) melalui interneuron. Di samping itu pada tempat ini juga terjadi pengaruh terhadap serabut aferen melalui system penghambat nyeri menurun.
Pembentukan impuls nyeri melalui interneuron pada neuron-neuron selanjutnya yang menyilang pada sisi yang lain dan menuju kea rah pusat dalam tractus epinothalamicus. Ini dapat dibagi dalam :
Ø  Tractus palaeospinothalamicus yang tua secara filogenik, yang mengandung terutama serabut C.
Ø  Tractus neospinothalamus yang lebih muda secara filogenik, yang mengandung terutama serabut A-delta.
Serabut-serabut yang berakhir dalam daerah formatio reticularis menimbulkan terutama reaksi vegetatif (misalnya penurunan tekanan darah, pengeluaran keringat). Tempat kontak lain yang khusus penting dari serabut nyeri adalah thalamus opticus. Disini diteruskan tidak hanya perangsangan pada serabut yang menuju ke gyrus postentralis, tempat lokasi nyeri, melainkan diteruskan ke system limbic yang terlibat pada penilaian emosional nyeri. Oleh otak besar dan otak kecil bersama-sama dilakukan reaksi perlindungan dan reaksi menghindar yang terkoordinasi. Yang berarti secara klinis adalah bahwa system neospinothalamus pada tingkat thalamus menekan aferen paeospithalamicus. Apabila penghambatan ini gagal, maka dapat terjadi keadaan nyeri yang terberat.
Berdasarkan proses terjadinya, rasa nyeri dapat dilawan dengan beberapa cara, yaitu:
a.       Merintangi terbentuknya rangsangan pada reseptor nyeri perifer dengan analgetika non narkotika
b.      Merintangi penyaluran rangsangan di saraf-saraf sensoris dengan anesetika local
c.       Blockade pusat nyeri di SSP dengan analgetika narkotika

Selasa, 12 Oktober 2010

Anti Depresi

By Wanto
Depresi

Depresi
Efek perangsangan susunan sistem saraf pusat (SSP) baik oleh obat yang berasal dari alam atau sintetik dapat diperlihatkan pada hewan dan manusia. Beberapa obat memperlihatkan efek perangsangan SSP yang nyata dalam dosis toksik, sedangkan yang lainnya memperlihatkan efek perangsangan SSP sebagai efek samping.
Perangsangan SSP oleh obat pada umumnya melalui dua mekanisme, yaitu :
  1. Mengadakan blokade system penghambatan.
  2. Meninggikan perangsangan sinaps.
 Impuls eksogen diterima oleh sel-sel penerima (reseptor) untuk kemudian diteruskan ke otak atau sumsum tulang belakang. Rangsangan dapat berupa perangsang (stimuli) nyeri, suhu, perasaan, penglihatan, pendengaran dan sebagainya.
Psikotropika adalah obat yang mempengaruhi keadaan perasaan (mood) dan tingkah laku. Pengobatan dengan psikotropika bersifat simptomatik dan berdasarkan pengalaman empiris
Berdasarkan penggunaan klinik, psikotropika dibagi menjadi 4 golongan, yaitu :
1.      Antipsikotik
Contoh : klorpromazin dan haloperidol
2.      Antinerosis
Contoh : barbiturat dan benzodiazepin
3.      Antidepresi
Contoh : imipramin dan fenelzin
4.      Psikotomimetik
Contoh : dietilamin asam lisergat dan meskalin

Pembagian psikotropik berdasarkan penggunaan klinik ini mempunyai kelemahan, karena ada beberapa obat psikotropika penting tidak digunakan secara klinik seperti dietilamin asam lisergat..



Depresi adalah gangguan yang heterogen. Penyakit depresi ditandai dengan perubahan/gangguan keadaan jiwa/perasaan (mood) yang merupakan manifestasi klinis utama. Gejala – gejala khusus depresi adalah meliputi perasaan sedih yang mendalam, keputusasaan, ketidakstabilan emosi, dan perasaan bersalah, tidak berarti dan pesimistik.
Kriteria untuk depresi sedang/hebat yang kini berlaku menurut DSM IV adalah terdapatnya hampir setiap hari selama minimal 2 minggu sebanyak 3-5 gejala-gejala berikut :
ü  Suasana jiwa murung
ü  Hilangnya perasaan gembira dan perhatian
ü  Perasaan salah dan tak berharga
ü  Pikiran dan percobaan bunuh diri
ü  Tak dapat mengambil keputusan atau timbul problema konsentrasi
ü  Agitasi (persaan dikejar, cepat tersinggung) atau penghambatan (segala sesuatu berlangsung lebih lambat
ü  Lelah dan hilangnya energi
ü  Gangguan tidur
ü  Perubahan nafsu makan atau berat badan

Klasifikasi depresi berdasarkan DSM-III-R ( Diagnostic and tatistical Manual of Mental Disorders Revised  ) yang dikeluarkan oleh Ikatan Ahli Psikiatri Amerika  depresi major dan minor ( distimia ) merupakan sindrom depresi murni, sedangkan gangguan bipolar dan gangguan siklotimik memperlihatkan depresi yang diselingi dengan mania.
Klasifikasi sederhana depresi adalah sebagai berikut :
     1.      Depresi reaktif/sekunder
Paling umum dijumpai sebagai respons terhadap penyebab nyata. Misalnya : penyakit dan kesedihan. Dulu dikenal sebagai depresi eksogen.
2.      Depresi Endogen
Merupakan gangguan biokimia yang ditentukan secara genetic, bermanifestasi sebagai ketidakmampuan untuk mengatasi stress yang biasa.

   Depresi yang berhubungan dengan gangguan afektif bipolar, yaitu    depresi dan mania yang terjadi bergantian.

Keadaan Murung. Setiap orang yang mengalami suatu kekecewaan hebat (pemecatan, kepailitan, perceraian) atau kehilangan pribadi (kematian kekasih) dengan sendirinya menjadi murung. Jiwanya tertekan dengan gejala persaan sangat sedih, putus asa dan hilangnya kegembiraan, rasa lelah dan letih, tidak nafsu makan, dan sukar tidur. Mentalnya juga terganggu; sering termenung dengan pikiran khayal, konsentrasi berkurang, bimbang dan sukar mengambil keputusan.
Antidepresiva atau obat anti murung adalah obat-obat yang mampu memperbaiki suasana jiwa (mood) dengan menghilangkan atau meringankan gejala keadaan murung, yang tidak disebabkan oleh kesulitan sosial-ekonomi, obat-obatan, atau penyakit. Antidepresiva tidak bekerja pada orang sehat dan efek baiknya tidak meningkat dengan menaikkan dosis diatas nilai optimal.
Teori Monoamin menyatakan bahwa depresi diakibatkan oleh terganggunya keseimbangan antar neurotransmitter di dalam otak. Khususnya terutama akibat kekurangan serotonin dan/atau noreadrenalin di saraf-saraf otak. Gangguan psikiatris lain ada hubungannya dengan kadar serotonin rendah (low-serotonin syndrome), seperti penyakit demensia (p.Alzheimer), p. Parkinson, dan juga migrain.
Faktor keturunan merupakan pemeran penting pada terjadinya depresi. 

SOLUSI 
Madu Hebal Ekstrak ANTANAN / Pegagan

komposisi :
Madu Muri ( pure honey ) plus Extract Antanan Gede / Pegagan
( Centella Herba ) .............................................................................. 10 %

MANFAAT :
Membantu pengobatan
penyakit pembuluh darah, pencernaan dan stress

ATURAN PAKAI : 
Suplemen :
2 x 1 sendok makan
( 1 jam setelah makan )

Pengobatan :
3 X 2 sendok makan
( 1 jam setelah makan )
Madu Herba Ekstrak ANTANAN


netto 220 gram
LP.POM MUI No. 02180002140910
Izin Dep.Kes.RI.P.IRT No. 914180318038
harga Rp.85.000
* harga belum termasuk ongkos kirim

Cara Membeli Produk Kami: 
1. Kirimkan nama dan alamat lengkap Anda ke nomor hp kami 087726182290(HANYA SMS).
 2. Transfer uang pembelian dan ongkos kirim ke BRI no. 0893- 01-001638-50-4 atau MANDIRI no. 132-00-1056170-3. semua rekening atas nama WANTO. 
3. Kami akan kirimkan pesanan Anda sesuai alamat.

CP : herbalmurahmeriah[a]gmail.com


Minggu, 12 September 2010

Sistem Saraf

By Wanto
SISTEM SARAF PUSAT
Pada manusia, sistem saraf khususnya otak mempunyai kemampuan berfungsi yang jauh lebih berkembang dari pada sistem saraf mahluk hidup lain. Dimana sistem saraf pusat memiliki beberapa fungsi yaitu : menerima rangsang dari lingkungan atau ransang yang terjadi didalam tubuh, Mengubah rangsang ini dalam perangsangan saraf, menghantar dan memrosesnya, serta mengkoordinasikan dan mengatur fungsi tubuh melalui impuls-impuls yang dibebaskan dari pusat keperifer.
§  Sistem saraf pusat (SSP), yang meliputi otak dan sumsum tulang belakang
§  Sistem saraf perifer meliputi serabut-serabut hantar dari sistem saraf pusat ke perifer ( serabut saraf eferen, menurun, sentrifugal, motorik) dan dari perifer ke sistem saraf pusat ( serabut saraf aferen, menarik, sentripetal, sensorik), termasuk serabut saraf yang terletak dibagian perifer. Serabut saraf aferen yang berasal dari organ panca indera disebut serabut sensorik, serabut- serabut eferen yang menuju kekelenjar disebut serabut sekretorik.
§  Penggolongan lebih lanjut adalah pembagian atas:
-          siatem saraf otonom (vegetative)
-          sistem saraf somatic (dibawah kemauan)
unsur penyusun sistem saraf adalah neuron (sinonim:sel saraf). Disamping suatu badan sel (soma, perikaryon) dengan inti sel, neuron kebanyakan mempunyai banyak cabang sel. Cabang yang lebih panjang disebut neurit atau serabut saraf selalu ada. Kebanyakan sel saraf  menunjukan cabang-cabang pendek yang banyak yaitu dendrite.

            Efek perangsangan pada sistem saraf  pusat (SSP) baik oleh obat yang berasal dari alam atau sintetik dapat diperhatikan pada hewan dan manusia. Beberapa obat memperlihatkan efek perangsangan SSp yang nyata dalam dosis yang toksik, sedangkan obat lain memperlihatkan efek perangsangan SSpP sebagai efek samping.




PERANGSANGAN SISTEM SARAF PUSAT
Perangsangan SSP oleh obat pada umunya melalui dua mekanisme, yaitu:
-          mengadakan bokade sistem penghambatan,
-          meninggikan perangsangan sinaps.
Dalam sistem saraf pusat dikeal sistem penghantaran prasinaps. Striknin merupakan prototip obat yang mengadakan blockade selektif terhadap sistem penghambatan pascasinaps; sedangkan pikrotoksin mengadakan blockade terhadap sistem penghambatan prasinaps.
                                                                                       
Obat yang mempengaruhi sistem saraf sangat banyak. Berdasarkan cara kerja dan sifatnya obat yang mempengaruhi sistem saraf dapat dikelompokkkan menjadi
  1. Obat yang mempengaruhi sistem saraf parasimpatik yang terdiri atas obat-obat kolinergik, antikolinergik dan antikolinesterase
  2. Obat yang mempengaruhi sistem saraf simpatik yang terdiri atas obat adrenergik dan antiadrenergik
  3. Obat anastetik dan analgesik
  4. obat antiansietas, sedatif dan hipnotik
  5. obat antiepilepsi
  6. obat psikotropik
pada ujung akson, gelembung sinaps menyatu dengan membran pra-sinaps pada tempat pelepasan yang khusus, mengeluarkan isinya ke dalam celah sinaps. Neurotransmiter kemudian melewati membran pasca sinaps untuk berinteraksi dengan molekul-molekul reseptor. Hal ini menyebabkan perubahan potensial membran dari neuron pasca sinaps sehingga terjadi pemindahan impuls.

Beberapa neurotransmitter adalah asetilkolin, norepinefrin, epinefrin, serotonin, enkefalin, endorphin, gamma aminobutyric acid (GABA) dsbnya. Neurotransmiter ini disintesa dan dibungkus dalam vesikel-vesikel transpor di ujung akson/akson terminal, tetapi beberapa neurotransmiter misalnya neurotransmitter golongan peptida mungkin dihasilkan di badan sel saraf/soma. Neutransmiter yang diproduksi di soma (diduga sangat sedikit) dibungkus dalam gelembung sinaps, kemudian diangkut melalui mikrotubulus aksoplasma ke ujung akson.

Salah satu contoh sintesis dan pelepasan neurotransmitter yang akan di bahas di bawah ini adalah proses sintesis dan penglepasan neurotransmitter asetil kolin. Rangsang listrik saraf ini akan membuka kanal ion kalsium yang diikuti dengan masuknya kalsium ke dalam akson. Disamping itu pada saat yang bersamaan juga akan masuk kedalam akson ion natrium lewat pompa aktif natrium. Masuknya ion natrium ini akan membawa serta senyawaan kolin dan senyawaan asetat ke dalam akson lewat pompa natrium.

Senyawaan asetat yang masuk lewat pompa natrium dan yang masuk ke akson lewat transportasi aksonal anterograde tipe cepat akan diaktivasi (diubah menjadi bentuk aktif) di dalam mitokondria menjadi asetil ko-ensim A (Asetil KoA). Senyawaan kolin yang masuk lewat pompa natrium dan yang sampai ke akson lewat transportasi aksonal tipe cepat akan diubah menjadi asetilkolin dengan bantuan asetil ko-ensim A dan ensim kolin asetil transferase.

Asetilkolin yang sudah disintesa kemudian akan masuk ke dalam vesikel sinaps lewat proses endositosis. Neurotransmiter akhirnya akan dibungkus oleh membran vesikel sinaps. Membran vesikel sinaps ini dapat berasal dari membran vesikel sinaps yang dipakai ulang kembali setelah melepaskan neurotransmitter melalui proses internalisasi atau membran vesikel yang baru yang masuk ke ujung akson lewat transportasi aksonal anterograde tipe cepat. Kedalam vesikel ini juga akan dimasukkan ATP sebagai sumber energi dan zat-zat lain seperti proteoglikan.

Vesikel sinaps lalu bergerak ke membran terminal akson (bouton terminaux) dan kemudian menyatu dengan membran tersebut. Proses pergerakan vesikel dan penyatuan vesikel dengan membran terminal akson ini di fasilitasi oleh ion kalsium yang masuk lewat kanal kalsium. Pada proses ini, protein synapsin I diduga juga turut berperan.

Neurotransmiter akhirnya akan dilepaskan ke dalam celah sinaps lewat proses eksositosis. Asetilkolin kemudian akan berikatan dengan reseptor asetilkolin di membran postsinaps (umumnya di dendrit). Ikatan antara asetilkolin dengan reseptornya akan menimbulkan terjadinya depolarisasi (perubahan muatan listrik) dan akhirnya menimbulkan impuls listrik saraf yang akan berjalan merambat menuju ke badan sel saraf.

Perangsangan impuls listrik di postsinaps ini kemudian akan terhenti setelah ensim asetilkolin esterase memutuskan ikatan asetilkolin dengan reseptornya. Asetilkolin akan dihidrolisa menjadi senyawaan kolin dan asetat yang akan masuk kembali ke dalam akson lewat pompa natrium, untuk digunakan kembali dalam sintesa neurotransmitter. Membran vesikel sinaps juga akan dipergunakan kembali untuk membuat vesikel yang baru melalui proses internalisasi.

Kamis, 12 Agustus 2010

Radang akut

By Wanto

Radang akut
Radang akut adalah respon yang cepat dan segera terhadap cedera yang didesain untuk mengirimkan leukosit ke daerah cedera. Leukosit membersihkan berbagai mikroba yang menginvasi dan memulai proses pembongkaran jaringan nekrotik. Terdapat 2 komponen utama dalam proses radang akut, yaitu perubahan penampang dan struktural dari pembuluh darah serta emigrasi dari leukosit. Perubahan penampang pembuluh darah akan mengakibatkan meningkatnya aliran darah dan terjadinya perubahan struktural pada pembuluh darah mikro akan memungkinkan protein plasma dan leukosit meninggalkan sirkulasi darah. Leukosit yang berasal dari mikrosirkulasi akan melakukan emigrasi dan selanjutnya berakumulasi di lokasi cedera.
Segera setelah jejas, terjadi dilatasi arteriol lokal yang mungkin didahului oleh vasokonstriksi singkat. Sfingter prakapiler membuka dengan akibat aliran darah dalam kapiler yang telah berfungsi meningkat dan juga dibukanya anyaman kapiler yang sebelumnya inaktif. Akibatnya anyaman venular pasca kapiler melebar dan diisi darah yang mengalir deras. Dengan demikian, mikrovaskular pada lokasi jejas melebar dan berisi darah terbendung. Kecuali pada jejas yang sangat ringan, bertambahnya aliran darah (hiperemia) pada tahap awal akan disusul oleh perlambatan aliran darah, perubahan tekanan intravaskular dan perubahan pada orientasi unsur-unsur berbentuk darah terhadap dinding pembuluhnya. Perubahan pembuluh darah dilihat dari segi waktu, sedikit banyak tergantung dari parahnya jejas. Dilatasi arteriol timbul dalam beberapa menit setelah jejas. Perlambatan dan bendungan tampak setelah 10-30 menit.
Peningkatan permeabilitas vaskuler disertai keluarnya protein plasma dan sel-sel darah putih ke dalam jaringan disebut eksudasi dan merupakan gambaran utama reaksi radang akut. Vaskulatur-mikro pada dasarnya terdiri dari saluran-saluran yang berkesinambungan berlapis endotel yang bercabang-cabang dan mengadakan anastomosis. Sel endotel dilapisi oleh selaput basalis yang berkesinambungan.
Pada ujung arteriol kapiler, tekanan hidrostatik yang tinggi mendesak cairan keluar ke dalam ruang jaringan interstisial dengan cara ultrafiltrasi. Hal ini berakibat meningkatnya konsentrasi protein plasma dan menyebabkan tekanan osmotik koloid bertambah besar, dengan menarik kembali cairan pada pangkal kapiler venula. Pertukaran normal tersebut akan menyisakan sedikit cairan dalam jaringan interstisial yang mengalir dari ruang jaringan melalui saluran limfatik. Umumnya, dinding kapiler dapat dilalui air, garam, dan larutan sampai berat jenis 10.000 dalton.
Eksudat adalah cairan radang ekstravaskuler dengan berat jenis tinggi (di atas 1.020) dan seringkali mengandung protein 2-4 mg% serta sel-sel darah putih yang melakukan emigrasi. Cairan ini tertimbun sebagai akibat peningkatan permeabilitas vaskuler (yang memungkinkan protein plasma dengan molekul besar dapat terlepas), bertambahnya tekanan hidrostatik intravaskular sebagai akibat aliran darah lokal yang meningkat pula dan serentetan peristiwa rumit leukosit yang menyebabkan emigrasinya.
Penimbunan sel-sel darah putih, terutama neutrofil dan monosit pada lokasi jejas, merupakan aspek terpenting reaksi radang. Sel-sel darah putih mampu memfagosit bahan yang bersifat asing, termasuk bakteri dan debris sel-sel nekrosis, dan enzim lisosom yang terdapat di dalamnya membantu pertahanan tubuh dengan beberapa cara. Beberapa produk sel darah putih merupakan penggerak reaksi radang, dan pada hal-hal tertentu menimbulkan kerusakan jaringan yang berarti.
Dalam fokus radang, awal bendungan sirkulasi mikro akan menyebabkan sel-sel darah merah menggumpal dan membentuk agregat-agregat yang lebih besar daripada leukosit sendiri. Menurut hukum fisika aliran, massa sel darah merah akan terdapat di bagian tengah dalam aliran aksial, dan sel-sel darah putih pindah ke bagian tepi (marginasi). Mula-mula sel darah putih bergerak dan menggulung pelan-pelan sepanjang permukaan endotel pada aliran yang tersendat tetapi kemudian sel-sel tersebut akan melekat dan melapisi permukaan endotel.
Emigrasi adalah proses perpindahan sel darah putih yang bergerak keluar dari pembuluh darah. Tempat utama emigrasi leukosit adalah pertemuan antar-sel endotel. Walaupun pelebaran pertemuan antar-sel memudahkan emigrasi leukosit, tetapi leukosit mampu menyusup sendiri melalui pertemuan antar-sel endotel yang tampak tertutup tanpa perubahan nyata.
Setelah meninggalkan pembuluh darah, leukosit bergerak menuju ke arah utama lokasi jejas. Migrasi sel darah putih yang terarah ini disebabkan oleh pengaruh-pengaruh kimia yang dapat berdifusi disebut kemotaksis. Hampir semua jenis sel darah putih dipengaruhi oleh faktor-faktor kemotaksis dalam derajat yang berbeda-beda. Neutrofil dan monosit paling reaktif terhadap rangsang kemotaksis. Sebaliknya limfosit bereaksi lemah. Beberapa faktor kemotaksis dapat mempengaruhi neutrofil maupun monosit, yang lainnya bekerja secara selektif terhadap beberapa jenis sel darah putih. Faktor-faktor kemotaksis dapat endogen berasal dari protein plasma atau eksogen, misalnya produk bakteri.
Setelah leukosit sampai di lokasi radang, terjadilah proses fagositosis. Meskipun sel-sel fagosit dapat melekat pada partikel dan bakteri tanpa didahului oleh suatu proses pengenalan yang khas, tetapi fagositosis akan sangat ditunjang apabila mikroorganisme diliputi oleh opsonin, yang terdapat dalam serum (misalnya IgG, C3). Setelah bakteri yang mengalami opsonisasi melekat pada permukaan, selanjutnya sel fagosit sebagian besar akan meliputi partikel, berdampak pada pembentukan kantung yang dalam. Partikel ini terletak pada vesikel sitoplasma yang masih terikat pada selaput sel, disebut fagosom. Meskipun pada waktu pembentukan fagosom, sebelum menutup lengkap, granula-granula sitoplasma neutrofil menyatu dengan fagosom dan melepaskan isinya ke dalamnya, suatu proses yang disebut degranulasi. Sebagian besar mikroorganisme yang telah mengalami pelahapan mudah dihancurkan oleh fagosit yang berakibat pada kematian mikroorganisme. Walaupun beberapa organisme yang virulen dapat menghancurkan leukosit .

Senin, 12 Juli 2010

Radang Kronis

By Wanto

Radang kronis
Radang kronis dapat diartikan sebagai inflamasi yang berdurasi panjang (berminggu-minggu hingga bertahun-tahun) dan terjadi proses secara simultan dari inflamasi aktif, cedera jaringan, dan penyembuhan. Perbedaannya dengan radang akut, radang akut ditandai dengan perubahan vaskuler, edema, dan infiltrasi neutrofil dalam jumlah besar. Sedangkan radang kronik ditandai oleh infiltrasi sel mononuklir (seperti makrofag, limfosit, dan sel plasma), destruksi jaringan, dan perbaikan (meliputi proliferasi pembuluh darah baru/angiogenesis dan fibrosis).
Radang kronik dapat timbul melalui satu atau dua jalan. Dapat timbul menyusul radang akut, atau responnya sejak awal bersifat kronik. Perubahan radang akut menjadi radang kronik berlangsung bila respon radang akut tidak dapat reda, disebabkan agen penyebab jejas yang menetap atau terdapat gangguan pada proses penyembuhan normal. Ada kalanya radang kronik sejak awal merupakan proses primer. Sering penyebab jejas memiliki toksisitas rendah dibandingkan dengan penyebab yang menimbulkan radang akut. Terdapat 3 kelompok besar yang menjadi penyebabnya, yaitu infeksi persisten oleh mikroorganisme intrasel tertentu (seperti basil tuberkel, Treponema palidum, dan jamur-jamur tertentu), kontak lama dengan bahan yang tidak dapat hancur (misalnya silika), penyakit autoimun. Bila suatu radang berlangsung lebih lama dari 4 atau 6 minggu disebut kronik. Tetapi karena banyak kebergantungan respon efektif tuan rumah dan sifat alami jejas, maka batasan waktu tidak banyak artinya. Pembedaan antara radang akut dan kronik sebaiknya berdasarkan pola morfologi reaksi.

Sabtu, 12 Juni 2010

Peradangan

By Wanto

Mediator kimia peradangan
Bahan kimia yang berasal dari plasma maupun jaringan merupakan rantai penting antara terjadinya jejas dengan fenomena radang. Meskipun beberapa cedera langsung merusak endotelium pembuluh darah yang menimbulkan kebocoran protein dan cairan di daerah cedera, pada banyak kasus cedera mencetuskan pembentukan dan/atau pengeluaran zat-zat kimia di dalam tubuh. Banyak jenis cedera yang dapat mengaktifkan mediator endogen yang sama, yang dapat menerangkan sifat stereotip dari respon peradangan terhadap berbagai macam rangsang. Karena pola dasar radang akut stereotip, tidak tergantung jenis jaringan maupun agen penyebab pada hakekatnya menyertai mediator-mediator kimia yang sama yang tersebar luas dalam tubuh. Beberapa mediator dapat bekerja bersama, sehingga memberi mekanisme biologi yang memperkuat kerja mediator. Radang juga memiliki mekanisme kontrol yaitu inaktivasi mediator kimia lokal yang cepat oleh sistem enzim atau antagonis (Abrams, 1995; Robbins & Kumar, 1995).
Cukup banyak substansi yang dikeluarkan secara endogen telah dikenal sebagai mediator dari respon peradangan. Identifikasinya saat ini sulit dilakukan. Walaupun daftar mediator yang diusulkan panjang dan kompleks, tetapi mediator yang lebih dikenal dapat digolongkan menjadi golongan amina vasoaktif (histamin dan serotonin), protease plasma (sistem kinin, komplemen, dan koagulasi fibrinolitik), metabolit asam arakidonat (leukotrien dan prostaglandin), produk leukosit (enzim lisosom dan limfokin), dan berbagai macam mediator lainnya (misal, radikal bebas yang berasal dari oksigen dan faktor yang mengaktifkan trombosit)

Rabu, 12 Mei 2010

Tanda-tanda Radang

By Wanto

Tanda-tanda radang (makroskopis)

Gambaran makroskopik peradangan sudah diuraikan 2000 tahun yang lampau. Tanda-tanda radang ini oleh Celsus, seorang sarjana Roma yang hidup pada abad pertama sesudah Masehi, sudah dikenal dan disebut tanda-tanda radang utama. Tanda-tanda radang ini masih digunakan hingga saat ini. Tanda-tanda radang mencakup rubor (kemerahan), kalor (panas), dolor (rasa sakit), dan tumor (pembengkakan). Tanda pokok yang kelima ditambahkan pada abad terakhir yaitu functio laesa (perubahan fungsi).
Umumnya, rubor atau kemerahan merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang mengalami peradangan. Saat reaksi peradangan timbul, terjadi pelebaran arteriola yang mensuplai darah ke daerah peradangan. Sehingga lebih banyak darah mengalir ke mikrosirkulasi lokal dan kapiler meregang dengan cepat terisi penuh dengan darah. Keadaan ini disebut hiperemia atau kongesti, menyebabkan warna merah lokal karena peradangan akut.
Kalor terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan akut. Kalor disebabkan pula oleh sirkulasi darah yang meningkat. Sebab darah yang memiliki suhu 37oC disalurkan ke permukaan tubuh yang mengalami radang lebih banyak daripada ke daerah normal.
Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung saraf. Pengeluaran zat seperti histamin atau zat bioaktif lainnya dapat merangsang saraf. Rasa sakit disebabkan pula oleh tekanan yang meninggi akibat pembengkakan jaringan yang meradang.
Pembengkakan sebagian disebabkan hiperemi dan sebagian besar ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstitial. Campuran dari cairan dan sel yang tertimbun di daerah peradangan disebut eksudat meradang.
Berdasarkan asal katanya, functio laesa adalah fungsi yang hilang. Functio laesa merupakan reaksi peradangan yang telah dikenal. Akan tetapi belum diketahui secara mendalam mekanisme terganggunya fungsi jaringan yang meradang.