By Wanto
Beberapa Penyebab Diare Akut Infeksi Bakteri
a. Infeksi non-invasif.
Stafilococcus aureus
Keracunan makanan karena stafilokokkus disebabkan asupan
makanan yang mengandung toksin stafilokokkus, yang terdapat pada makanan yang
tidak tepat cara pengawetannya. Enterotoksin stafilokokus stabil terhadap
panas.
Gejala terjadi dalam waktu 1 – 6 jam setelah asupan makanan
terkontaminasi. Sekitar 75 % pasien mengalami mual, muntah, dan nyeri abdomen,
yang kemudian diikuti diare sebanyak 68 %. Demam sangat jarang terjadi.
Lekositosis perifer jarang terjadi, dan sel darah putih tidak terdapat pada
pulasan feses. Masa berlangsungnya penyakit kurang dari 24 jam.
Stafilococcus aureus |
Diagnosis ditegakkan dengan biakan
S. aureus dari makanan yang terkontaminasi, atau dari kotoran dan muntahan
pasien. Terapi dengan hidrasi oral dan antiemetik. Tidak ada peranan antibiotik
dalam mengeradikasi stafilokokus dari makanan yang ditelan.
Bacillus cereus
B. cereus adalah bakteri batang
gram positip, aerobik, membentuk spora. Enterotoksin dari B. cereus menyebabkan
gejala muntah dan diare, dengan gejala muntah lebih dominan.
Gejala dapat ditemukan pada 1 – 6
jam setelah asupan makanan terkontaminasi, dan masa berlangsungnya penyakit
kurang dari 24 jam. Gejala akut mual, muntah, dan nyeri abdomen, yang
seringkali berakhir setelah 10 jam. Gejala diare terjadi pada 8 – 16 jam
setelah asupan makanan terkontaminasi dengan gejala diare cair dan kejang
abdomen. Mual dan muntah jarang terjadi. Terapi dengan rehidrasi oral dan
antiemetik.
Clostridium perfringens
C perfringens adalah bakteri batang
gram positip, anaerob, membentuk spora. Bakteri ini sering menyebabkan
keracunan makanan akibat dari enterotoksin dan biasanya sembuh sendiri . Gejala
berlangsung setelah 8 – 24 jam setelah asupan produk-produk daging yang
terkontaminasi, diare cair dan nyeri epigastrium, kemudian diikuti dengan mual,
dan muntah. Demam jarang terjadi. Gejala ini akan berakhir dalam waktu 24 jam.
Pemeriksaan mikrobiologis bahan
makanan dengan isolasi lebih dari 105 organisma per gram makanan,
menegakkan diagnosa keracunan makanan C perfringen. Pulasan cairan fekal
menunjukkan tidak adanya sel polimorfonuklear, pemeriksaan laboratorium lainnya
tidak diperlukan. Terapi dengan
rehidrasi oral dan antiemetik.
Vibrio cholerae
V. cholerae adalah bakteri batang
gram-negatif, berbentuk koma dan menyebabkan diare yang menimbulkan dehidrasi
berat, kematian dapat terjadi setelah 3 – 4 jam pada pasien yang tidak dirawat.
Toksin kolera dapat mempengaruhi transport cairan pada usus halus dengan meningkatkan
cAMP, sekresi, dan menghambat absorpsi cairan. Penyebaran kolera dari makanan
dan air yang terkontaminasi.
Gejala awal adalah distensi abdomen
dan muntah, yang secara cepat menjadi diare berat, diare seperti air cucian
beras. Pasien kekurangan elektrolit
dan volume darah. Demam ringan dapat terjadi.
Kimia darah terjadi penurunan elektrolit dan cairan dan
harus segera digantikan yang sesuai. Kalium dan bikarbonat hilang dalam jumlah
yang signifikan, dan penggantian yang tepat harus diperhatikan. Biakan feses
dapat ditemukan V.cholerae.
Target utama terapi adalah
penggantian cairan dan elektrolit yang agresif. Kebanyakan kasus dapat diterapi
dengan cairan oral. Kasus yang parah memerlukan cairan intravena.
Antibiotik dapat mengurangi volume dan masa berlangsungnya
diare. Tetrasiklin 500 mg tiga kali sehari selama 3 hari, atau doksisiklin 300
mg sebagai dosis tunggal, merupakan pilihan pengobatan. Perbaikan yang agresif
pada kehilangan cairan menurunkan angka kematian ( biasanya < 1 %). Vaksin
kolera oral memberikan efikasi lebih tinggi dibandingkan dengan vaksin
parenteral.
Escherichia coli patogen
E. coli patogen adalah penyebab
utama diare pada pelancong. Mekanisme patogen yang melalui enterotoksin dan
invasi mukosa. Ada beberapa agen penting, yaitu :
1. Enterotoxigenic E. coli (ETEC).
2. Enterophatogenic E. coli (EPEC).
3. Enteroadherent E. coli (EAEC).
4. Enterohemorrhagic E. coli (EHEC)
5. Enteroinvasive E. Coli (EIHEC)
Kebanyakan pasien dengan ETEC,
EPEC, atau EAEC mengalami gejala ringan yang terdiri dari diare cair, mual, dan
kejang abdomen. Diare berat jarang terjadi, dimana pasien melakukan BAB lima
kali atau kurang dalam waktu 24 jam. Lamanya penyakit ini rata-rata 5 hari.
Demam timbul pada kurang dari 1/3 pasien. Feses berlendir tetapi sangat jarang
terdapat sel darah merah atau sel darah putih. Lekositosis sangat jarang
terjadi. ETEC, EAEC, dan EPEC merupakan penyakit self limited, dengan
tidak ada gejala sisa.
Pemeriksaan laboratorium tidak ada
yang spesifik untuk E coli, lekosit feses jarang ditemui, kultur feses
negatif dan tidak ada lekositosis. EPEC dan EHEC dapat diisolasi dari kultur,
dan pemeriksaan aglutinasi latex khusus untuk EHEC tipe O157.
Terapi dengan memberikan rehidrasi yang adekuat. Antidiare dihindari pada
penyakit yang parah. ETEC berespon baik terhadap trimetoprim-sulfametoksazole
atau kuinolon yang diberikan selama 3 hari. Pemberian antimikroba belum
diketahui akan mempersingkat penyakit pada diare EPEC dan diare EAEC.
Antibiotik harus dihindari pada diare yang berhubungan dengan EHEC.