By Wanto
Gambaran
makroskopik peradangan sudah diuraikan 2000 tahun yang lampau. Tanda-tanda
radang ini oleh Celsus, seorang sarjana Roma yang hidup pada abad pertama
sesudah Masehi, sudah dikenal dan disebut tanda-tanda radang utama. Tanda-tanda
radang ini masih digunakan hingga saat ini. Tanda-tanda radang mencakup rubor
(kemerahan), kalor (panas), dolor (rasa sakit), dan tumor
(pembengkakan). Tanda pokok yang kelima ditambahkan pada abad terakhir yaitu functio
laesa (perubahan fungsi).
Umumnya, rubor
atau kemerahan merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang mengalami
peradangan. Saat reaksi peradangan timbul, terjadi pelebaran arteriola yang
mensuplai darah ke daerah peradangan. Sehingga lebih banyak darah mengalir ke
mikrosirkulasi lokal dan kapiler meregang dengan cepat terisi penuh dengan
darah. Keadaan ini disebut hiperemia atau kongesti, menyebabkan warna merah
lokal karena peradangan akut.
Kalor terjadi
bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan akut. Kalor disebabkan pula
oleh sirkulasi darah yang meningkat. Sebab darah yang memiliki suhu 37oC
disalurkan ke permukaan tubuh yang mengalami radang lebih banyak daripada ke
daerah normal.
Perubahan pH
lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung
saraf. Pengeluaran zat seperti histamin atau zat bioaktif lainnya dapat
merangsang saraf. Rasa sakit disebabkan pula oleh tekanan yang meninggi akibat
pembengkakan jaringan yang meradang.
Pembengkakan
sebagian disebabkan hiperemi dan sebagian besar ditimbulkan oleh pengiriman
cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstitial.
Campuran dari cairan dan sel yang tertimbun di daerah peradangan disebut
eksudat meradang.
Berdasarkan
asal katanya, functio laesa adalah fungsi yang hilang. Functio laesa merupakan
reaksi peradangan yang telah dikenal. Akan tetapi belum diketahui secara
mendalam mekanisme terganggunya fungsi jaringan yang meradang.